Benarkah Azab Kubur Hanya Dibenarkan dan Tidak Wajib Diyakini?

M: “Mas, saya mau tabayyun sama mas”.

S: “Tabayyun masalah apa ya?”

M: “Saya dengar dari kawan bahwa mas mengatakan azab kubur itu hanya dibenarkan (diimani) dan tidak wajib diyakini ya?”

S: “Iya benar, saya memang mengatakannya”.

M: “Apakah pendapat tsb adalah pendapat yang mas anut?”

S: “Iya. Ada apa memangnya?”

M: “Kalo boleh tahu, landasan pendapat mas itu apa?”

S: “Begini, dek. Setelah saya memperhatikan dalil-dalil yang digunakan sebagai landasan azab kubur, saya berpendapat bahwa semua dalil mengenai azab kubur bersifat zhan (mengandung keraguan) karena hadits-hadits yang berbicara mengenai azab kubur adalah hadits ahad”.

M: “Memangnya ada apa dengan hadits Ahad?”

S: “Para ulama mengatakan bahwa hadits Ahad hanya bersifat zhan dan tidak memberi faedah keyakinan”.

M: “Bukankah ayat-ayat qur’an juga ada yang berbicara mengenai azab kubur?”

S: “Surat apa dan ayat berapa?”

M: “Surat Ibrahim ayat 27 dan Surat Ghafir ayat 46”

S: “Oke, nanti saya lihat tafsirnya”

M: Kalau begitu, saya permisi dulu mas. Assalamu’alaikum”

S: “Wa’alaikumussalam”


Dua Hari Kemudian Mereka Bertemu Di Masjid ….

M: “Assalamu’alaikum, mas”

S: “Wa’alaikumussalam”

M: “Apa kabar mas?”

S: “Alhamdulillah baik. Oh iya dek, saya telah membaca beberapa kitab tafsir mengenai ayat-ayat yang adek sebutkan dua hari yang lalu”

M: “Kesimpulan mas bagaimana?”

S: “Ayat-ayat tersebut memang benar membicarakan tentang azab kubur. Kenapa ayat-ayat tersebut bisa luput dari saya ya? Seharusnya saya membuka Al-Qur’an terlebih dahulu ketika membahas suatu permasalahan. Semoga Allah mengampuni kekhilafan saya”.

M: “Aamiin. Jadi, pendapatnya mas saat ini mengenai azab kubur apa?”

S: “Saya mengimani dan meyakini akan adanya azab kubur”

M: “Saya sama dengan mas, saya juga mengimani dan meyakini akan adanya azab kubur”

S: “Terima kasih dek, sudah mengingtkan mas”.

M: “Sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk saling mengingatkan”.