Dalam sebuah diskusi di dunia maya, seorang Sunni Indonesia bertanya kepada seorang Syi’ah Indonesia: “Apa hukumnya orang yang tidak percaya pada 12 imam Syiah?”
Orang Syi’ah tsb menjawab: “Tidak perlu dihukumi apa-apa. Keyakinan
tidak bisa dipaksakan”.
Orang Sunni: “Kalo yang tidak mengimani imamah
tidak ada hukumnya, terus apa bedanya antara yang beriman kepada imamah dan
yang tidak? Kalau begitu Abu Bakar RA dan sahabat-sahabat Nabi yang lain juga tidak bersalah, kan tidak ada
hukumnya mengingkari imamah?”
Orang Syi’ah: “Yang mengimani imamah punya satu
kelebihan dibandingkan dengan yang tidak mengimani imamah”.
Orang Sunni: “Ini pendapat mas pribadi ya? Kalo
pendapat mazhab Syi'ah imamiyah itsna 'asyariyah tentang mereka yang tidak
beriman pada 12 imam Syiah apa mas?”
Orang Syi’ah: ”Syiah meyakini imamah yang merupakan masalah ushuli (fundamental) dalam rukun iman Syiah. Sunni tidak meyakini hal ini. Dalam pandangan Syiah, Sunni tetap sah keislamannya berdasarkan keterangan dari para imam Ahlul Bait”.
(Padahal telah kita ketahui bersama bahwa para
ulama Syi’ah menyesatkan bahkan ada yang mengkafirkan semua orang yang tidak
beriman kepada 12 imam Syi’ah)
Orang Sunni: “kalo memang Sunni tetap sah keislamannya
tanpa meyakini imamah, berarti imamah bukan masalah ushuli (fundamental),
karena konsekwensi masalah ushuli adalah ketika orang tidak meyakini atau
mengamalkannya maka dipandang sesat bahkan bisa kafir. Bukankah begitu?”
Orang syi’ah: “Dalam masalah ini bisa dibilang
Syiah agak luar biasa, yang tampak oleh saya adalah hal yang paling ushuli bagi
Syiah adalah berpegang teguh pada Ahlul Bait”.
Orang Sunni: “Suatu hal yang dianggap ushuluddin
(aqidah) bila tidak diimani, maka konsekwensinya adalah sesat. Bila tidak dianggap sesat, berarti hal tsb tidak
termasuk ushuluddin. Jadi beriman kepada 12 imam Syi’ah termasuk perkara aqidah
atau bukan?”
Orang Syi’ah: “Secara pribadi, saya meyakini
sesuatu karena sesuatu itu saya anggap benar. Dan saya tidak meyakini sesuatu
bisa jadi karena saya masih ragu dengan hal itu. Nampaknya saya dan mas adalah
manusia yang berbeda”.
Orang Sunni: “Mas, jadi jawabannya apa?”
Orang Syi’ah tsb tak mau menjawab pertanyaan
tsb. Dia lebih memilih meninggalkan diskusi. Pertanyaan tsb mungkin bagaikan buah
simalakama baginya
Bila ia menjawab ‘termasuk perkara aqidah’,
maka dia secara tidak langsung menyesatkan semua orang diluar syi’ah bahkan
bisa sampai mengkafirkan semua orang yang tidak beriman kepada 12 imam syi’ah.
Maka ketahuanlah siapa Syi’ah sebenarnya.
Bila orang syi’ah tersebut menjawab ‘bukan
perkara aqidah’, maka dia tidak bisa menyesatkan atau mengkafirkan orang-orang
diluar syi’ah. Dan dia juga tidak bisa menuduh para shahabat Nabi telah menzholimi
Ali bin Abi Thalib. Serta dia juga tidak bisa menganggap para imam syi’ah
sebagai orang-orang yang ma’shum (terbebas dari dosa).
Semoga dialog Sunni-Syi’ah diatas
bermanfaat bagi para pembaca.
Mas sekali-kali masuk dech ke blok http://ruangsc.blogspot.com, saya lihat banyak banget orang awam yang masuk kesitu termasuk saya, dan saya melihat sangat berbahaya. Orang bisa terpengaruh syiah disana.
ReplyDeleteTks
Mohon maaf, mas Andrew. Untuk apa saya bergabung diskusi dengan mereka, diskusi dengan mereka tidak ada gunanya.
DeleteMereka adalah orang-orang 'abu-abu'. Syiah bukan, sunni juga bukan. Lihat saja dari cara mereka berargumen.
Artikel "Menyingkap taqiyah orang syiah" ini hanyalah cuplikan kecil dari sebuah diskusi yang ngalor ngidul kesana kemari tidak karuan antara orang sunni dan orang syiah (bukan orang 'abu-abu')